Nenek Tua dan Pemuda Keterbatasan Mental
Disebuah gubuk kecil yang berada dikawasan pinggir Kota Jakarta hiduplah seorang nenek paruh baya. Usia nenek itu kini mencapai 75 tahun. Yap, dapat dipastikan ia lahir ketika Bangsa Indonesia masih dalam penjajahan Negara Jepang. Namun entahlah, apakah si nenek masih mengingat semua tentang kisah pahit disaat penjajahan atau tidak.
Tigapuluh tiga tahun yang lalu sang nenek melahirkan seorang putra bungsunya. Heru Susanto nama lengkapnya. Lelaki yang kini telah menginjak usia dewasa dan mempunyai badan sehat dan bugar ini tak seberuntung kita semua. Ia mengalami keterbatasan mental, memang tidak autis, namun tidak juga normal seperti orang-orang kebanyakan.
Awalnya, Heru lahir dengan keadaan normal dan tidak mengalami kecacatan fisik maupun saraf sekalipun. Namun, masalah dimulai ketika ia tengah berusia 2 tahun. Pada saat itu ia mengalami sakit panas, untuk mencegah gejala yang berkelanjutan, nenek membawanya ke sebuah Puskesmas. Entah mengapa, Puskesmas itu malah memberi surat rujukan agar sang anak dibawa ke Rumah Sakit yang lebih besar.
Nenek menuruti saja perintah dari petugas Puskesmas tersebut, jika memang ini keputusan yang terbaik untuk mengetahui penyakit apa yang diderita sang anak. Sesampainya ia di sebuah Rumah Sakit besar di wilayah Jakarta, nenek langsung mendaftar dan bersiap menemui dokter untuk memeriksakan anaknya.
“penyakitnya cukup parah, Bu. Anak ini harus dirawat”.
Begitu kata dokter ketika si nenek menyanyakan bagaimana keadaan putranya. Nenek langsung saja mengiyakan saran dokter, jika memang itu yang akan membuat anaknya sembuh. Setelah kurang lebih seminggu putra sang nenek dirawat, akhirnya ia diperbolehkan untuk pulang.
Nenek sangat lega mendengarnya, ia jelas langsung beranggapan bahwa putranya sudah sembuh jika dokter memberi keputusan seperti itu. Ternyata, semuanya tak semulus yang nenek harapkan. Setelah Heru dibawa pulang kembali ke rumah, ia mengalami keanehan. Heru pada saat itu hanya dapat tertidur ditempat tidurnya, tidak mau makan, bicara, atau mencoba jalan sekalipun. Ia tak seceria dulu sebelum dirawat. Nenek sangat cemas melihat anaknya seperti ini, apa yang terjadi?
Nenek kembali membawa anaknya ke Rumah Sakit tempat anaknya dirawat itu. Namun ada kejanggalan disana, ketika nenek sampai, pihak rumah sakit seperti tidak mau menangani Heru, dan tidak menanggapi keluhan sang nenek. Ada apa lagi ini? Akhirnya, nenek membawa putranya ke rumah sakit lain. Kabar mengejutkan terdengar dari sang dokter.
“saya tidak mengerti apa yang terjadi dengan anak ini, sepertinya ada pihak yang tidak sengaja salah dalam pemakaian jarum suntik dalam mengobati atau gimana, tapi yang jelas anak Ibu telah dijadikan sebagai mal praktek, sel sarafnya putus sehingga anak ini tidak akan bisa mengalami pertumbuhan seperti anak-anak lain, jika memang bisa, hanya sedikit kemungkinan, terkecuali dalam hal fisik”. Begitu kata dokter.
Nenek benar-benar terkejut, kecewa dan panik bukan main. Ia seakan masih tak percaya jika hal buruk ini menimpa anak laki satu-satunya itu. Akhirnya ia meninggalkan dokter dan menuju rumah sakit tempat anaknya dirawat yang lalu. Sesampainya nenek disana, pihak rumah sakit benar-benar tidak menanggapi nenek. Berkali-kali nenek datang, namun perlakuan mereka tak ada perubahan.
Ia ingin sekali menuntut pihak rumah sakit yang menjadikan anaknya sebagai mal praktek, namun nenek sadar bahwa itu bukan perkara mudah, ia harus banyak mengeluarkan dana dan pengacara besar. Apalagi ia sekarang berhadapan dengan sebuah rumah sakit besar, yang pasti jauh lebih berat untuk dikalahkan.
Sekarang ia pasrah dengan keadaan anaknya itu, ia hanya bisa membawa anaknya ke pusat-pusat teraphi untuk sedikit membantu anaknya dalam pertumbuhan. Memang tak banyak berbuah manis, namun setidaknya itu bisa sedikit membantu. Kini, anaknya sudah tumbuh menjadi lelaki dewasa, namun kemampuannya tak lebih dari seorang balita berusia 2 tahun.
Puluhan tahun nenek tingggal bersama lelaki 33tahun ini, karena suaminya sudah meninggalkannya sejak lama. Bayangkan saja, untuk mengurusi dirinya sendiripun nenek sudah hampir kualahan, ditambah harus mengurusi pemuda keterbatasan mental itu. Namun ia tetap berusaha sabar menjalani hari-harinya dengan kehidupan yang seadanya, karena keuangan sang nenek lama kelamaan habis, dan sudah tidak sanggup bekerja lagi.
Ia berharap sebuah keajaiban yang datang padanya, ia selalu berdo’a. Sampai akhirnya, ada sebuah keluarga yang mau merawat nenek dan anaknya itu. Ia sangat bersyukur pada Tuhan. Kini, ia hidup dengan keadaan yang sangat berkecukupan.
Sebuah kisah nyata,
Creative by:
SANTY WULANDARI, 14 tahun.